Minggu, 25 Mei 2008

kecam aksi represif aparat kepolisian demo kenaikan bbm di surabaya dan kota lain nya

salam pergerakan..........
sahabat/sahabati sebangsa dan setanah air....kenaikan harga bbm merupakan musibah bagi masyarakat kecil,hal tersebut akan semakin mencekik masyarakat kecil karna hal tersebut akan berimbas pada kenaikan harga sembako.bagi mahasiswa sebagai agent of control pihak pemerintah dengan ini menyatakan dengan tegas MENOLAK KENAIKAN BBM, seperti yang dikatakan prof amin rais dalam suatu pidato ilmiahnya di unair, seharus nya kita menjadi intelektual pejuang. yang akan selalu berjuang untuk memperjuangkan terciptanya kehidupan yang lebih baik.meskipun kita selalu di teror,di ancam dll. akan bodoh nya mahasiswa menjadi intelektual yang menerima status quo, yang selalu menerima setiap keputusan dari penguasa meskipun menyengsarakan kehidupan masyarakat kecil. terkait dengan aksi-aksi selama ini ketara sekali upaya-upaya penguasa untuk mengulang kembali sejah peremanisme aparat telah banyak terbukti, dengan penyerbuan aparat polisi KE KAMmpus unas telah menjadi noda hitam tingkah polah kesewenang-wenangan tindakan represif aparat polisi, yang memasuki wilayah otonom yang merupakan tempat civitas akemedika.hal ini tidak bisa di biarkan.........hal serupa terjadi di surabaya, akibat aksi saling dorong aparat dengan pihak mahasiswa. ada sebagian mahasiswa yang kena luka bakar,salah satunya sahabati mely dari fh unair yang merupakan aktivis pmii airlangga.dan teman2 lain nya juga banyak yang terkena...tak berhenti disitu pemukulan juga terjadi yang membuat sebagian mahasiswa mengalami luka memar pada wajah nya...ck..ck apakah ini merupakan reingkarnasih dari orde baru.............KATAKAN SATU KATA LAWAN KESEWENANG-WENANGAN TINDAKAN REPRESIF APARAT KEPOLISIAN.......HIDUP MAHASISW...SEMOGA LUKA MEMAR..LUKA BAKAR..DAN RASA SAKIT...TEMAN-TEMAN TAK MENJADI SIA-SIA.....SALAM PERGERAKAN........SEKALI BENDERA DIKIBARKAN HENTIKAN RATAPAN DAN TANGISAN...MUNDUR SELANGKAH MERUPAKAN SUATU PENGHIANATAN..TANGAN TERKEPAL DAN MAJU KEMUKA.........



DI TULIS OLEH RYAN_TR
MAHASISWA ILMU POLITIK
UNAIR-SURABAYA
AKTIVIS PMII AIRLANGGA
AKTIVIS BEM-KM UNAIR

Senin, 05 Mei 2008

Festival UL-DAUL 2008



Musik Festival ul daul 2008 diselenggarakan tadi malem (red04.Mei.08)di Pamekasan. Dalam festival ini diikuti oleh beberapa kelompok UL-DAUL se Kabupaten Pamekasan mis.Ibu-ibu Bayangkari Polres Pamekasan,Caesar muda,Joko pitorong,Unidoll(SMA 3 Pamekasan),Lanceng Sakera,Naga Hitam serta Selaku Panitia penyelenggaraan aCara ini KABUT HITAM perkusi tetapi dalam penyelengGaraAn festival ini tidak hanya di dominasi oleh musik Daul Saja melainkan ada musik Gambus yg dimainkan oleg keloMPOk musik Gambus Dan Band Salsa Maribo.Acara ini dibuka Dengan penampilan Musik Gambus kira-kira aCara ini diGelar pukul 19.00 WIB.Awal pembukaan Acara ini tak disangka antusias pengunjung memadati Lapangan Tenis Are’ Lancor dan tak luput jalanan mulai macet, dalam acara ini Bupati dan Wakil bupati terpilih tahun 2008-2013 menghadiri acara ini dalam penghelakan acara ini diharapkan dapat memacu atau mempertahankan Tradisi. tak lama Bupati KH.Kholillur Rahman. Msi. dan Wakil Bupati Pak dadang datang dalam acara tersebut dan Beliau mulai menduduki Kursi yang telah disediakan dan diiringin musik gambus yang dimainkan oleh kelompok Gambus Ar rasyid tak lama selang HUJAN mengguyur Lapangan Tenis dan Para Penonton tak Luput Bupati Dan Wakil Bupati berlarian berteduh, LUCU sekali dalam perhelatan yang cukup Besar ini, Cuaca tidak mendukun, kenapa saya selaku penulis disini mengatakan Lucu karena Ibu-Ibu penonton maupun anak-anak yang Berias, Riasanya pun mulai meluber…..heheheheheheheheeh Bupati dan wakil Bupati berlarian ke atas panggung ( untung saja Panggung Beratap) penonton Pun berlarian Mengikuti Jalur Bupati menuju ke atas panggung, Maklum Saja Hujan yang dating secara Tiba-tiba dan tak tampak Rintik-rintik Hujan itu Langsung Deras dan tak disangka Panitia termasuk saya tak Luput Kebasahan, Setelah Hujan Mulai Reda Penonton dan Para Undangan Bnyak yang meninggalkan Tempat, Panitia mulai Kewalahan atas hal ini Bupati Dan Wakil Bupati pun meninggalkan Tempat karena Jemputan Mobil Dinas Telah menemputnya, Kami kira ( Panitia ) Acara ini akan ditunda atau malah acara ini gagal total tapi Untung saja Para pemain dari Kelompok penabuh masih Siap untuk meramaikan acara ini, tetapi Kelompok UL-Daul dari Ibu-ibu Bayangkari tidak dapat melanjutkan acara ini dan mereka pulang, sayang sekali memang. Acara ini mulai dilanjutkan pukul 20.45 WIB, Pembukaan parade Musik Daul ini diawali oleh Panitia KABUT HITAM yang berkolaborasi dengan BAND Salsa MARIBO yang membawakan lagu “Alangoyah” dan dilanjutkan Adik-adik SMA 3 Pamekasan tentunya Arasemennya dari KABUT HITAM sendiri, dilanjutkan oleh beberapa Kelompok daul lainnya,yang menjadi Sorotan Penonton Kelompok Musik Daul dari Lanceng Sakera yang Musiknya Rancak dan dinamis, tetapi Tak kalah kelompok lainnya juga mempunyai andalan nya masing-masing misalnya kelompok daul dari Caesar Muda yang sangat aktrakti dengan Goyangan Penyanyi Ceweknya dan sebuah aktraksi” can-macanan” ,serta penampilan dari Kelompok lainya Joko Piturung Dan Naga Hitam gak galah menarik, acara ini parade ini di Tutup penampilan dari Panitia ( Kabut HITam ) dan Berkolaborasi dengan Band serta Gambus,

Menurut saya Acara ini Sukses meski ada Insiden-inseden yang tidak diingikan

By. Rizal Kabut

Sabtu, 03 Mei 2008

Madura, Engkau Adalah Sukmaku

Upaya orang-orang Madura menghapus stereotipe negatif yang sudah terlanjur melekat di benak banyak orang, seperti berjuang dalam sepi karena rendahnya dukungan masyarakat pendukungnya. Mereka mampu beradaptasi dan memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan. Orang-orang Madura dikenal ulet. Riset majalah Tempo pada tahun 1980-an pernah menempatkan suku Madura dalam lima besar suku yang paling sukses di Indonesia.

Orang-orang Madura di tanah rantau adalah saksi hidup dari semangat itu. Mereka berani melakukan pekerjaan apa saja demi hidup. Namun, dibalik kegigihan itu, masyarakat dari pulau garam ini memiliki rasa humor yang khas. Karakter lain yang lekat dalam diri orang-orang Madura adalah perilaku yang selalu apa adanya dalam bertindak. Suara yang tegas dan ucapan yang jujur kiranya merupakan salah satu bentuk keseharian yang bisa kita rasakan jika berkumpul dengan orang Madura.

Sosok yang berpendirian teguh merupakan bentuk lain dari kepribadian umum yang dimiliki suku Madura. Mereka sangat berpegang pada falsafah yang diyakininya. Apa pun mereka lakukan untuk mempertahankan harga diri. Masyarakat Madura sangat taat beragama. Selain ikatan kekerabatan, agama menjadi unsur penting sebagai penanda identitas etnik suku ini. Bagi orang Madura, agama Islam seakan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari jati dirinya. Akibatnya, jika ada warga Madura yang memeluk agama lain selain Islam, identitas kemaduraannya bisa hilang sama sekali. Lingkungan sosialnya ‘akan menolak’, dan orang yang bersangkutan bisa terasing dari akar Maduranya.

Hebatnya, di luar urusan perkawinan, masyarakat Madura sangat terbuka dan menghargai perbedaan identitas keagamaan. Perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk menjalin kerja sama dengan orang lain. Tidak pernah ada pembakaran tempat ibadah di Madura hanya karena perbedaan keyakinan agama, kecuali karena konflik politik.

Korban Stigmatisasi
Namun di luar nilai-nilai positif yang konstruktif terdapat sebuah stigma yang mendera suku Madura sejak lama. Terdapat sebuah stigma sosial yang sudah lama dipergunakan ‘orang luar’ untuk mengidentifikasi masyarakat Madura hingga kini, yaitu keterbelakangan dan kekerasan. Dua label yang belum tentu benar itu selalu muncul ketika orang-orang berbicara tentang Madura dan masyarakatnya.

Kekasaran seakan-akan menjadi atribut yang melekat dalam jati diri masyarakat Madura. Banyak orang mencitrakan masyarakat dan kebudayaan Madura dengan sikap serba sangar, mudah menggunakan senjata dalam penyelesaian masalah, pendendam dan tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Masyarakat Madura pada dasarnya adalah orang berwatak keras dan bertemperamen tinggi.

Tanpa bermaksud membenar pencitraan itu, sejarawan Kuntowijoyo coba mengaitkannya dengan kondisi alam. Alam Madura memang kurang subur, relatif kering dan gersang. Kondisi ini memaksa masyarakatnya bekerja keras. Para petani harus berjuang keras untuk mempertahankan hidup. Bahkan demi sejengkal tanah, mereka rela meregang nyawa. Maklum, tanah adalah darah dagingnya petani.

Para nelayan juga harus berani melawan derasnya ombak di lautan. Kondisi tersebut menjadi faktor penyebab mengapa laju pembangunan di sini relatif tertinggal dibandingkan daerah lain, khususnya di wilayah Jawa Timur, dan mendorong sebagian besar warga Madura bermigrasi ke daerah lain sejak puluhan tahun silam. Ada yang mengaitkan citra kekasaran masyarakat Madura dengan pengalaman masa lalu.

Di masa kapitalisme kolonial, masyarakat Madura mengalami proses eksploatasi dan dan dehumanisasi. Perlakuan itu melahirkan perilaku kriminal di tengah masyarakat.
Meskipun sulit dibantah bahwa kekerasan telah menjadi bagian dari kehidupan orang Madura masa lalu, Sepanjang perjalanan sejarah suku Madura, amat sulit ditemui data-data mengenai tindakan-tidakan seperti perkelahian antar desa atau kampung, kekerasan berbau SARA, dan sebagainya terjadi di Madura. Jenis pekerjaan seperti mengkondisikan mereka mengkondisikan mereka bersikap tegas, berani, dan terkadang berlaku kasar agar tetap eksis. Dalam kasus-kasus tertentu, temperamen orang-orang Madura yang ’serba keras’ itu dimanfatkan segelintir orang untuk menekan lawan (premanisme) dalam menyelesaikan masalah.

Kajian yang Jarang
Sayangnya, amat jarang kajian akademis mengenai masyarakat Madura di tempat leluhurnya dibandingkan penelitian tentang orang Madura di seberang lautan. Persoalan serupa diakui Dr Huub de Jonge, seorang peneliti Madura dari Universitas Nijmegen (Belanda). Kajian tentang orang-orang Madura di perantauan lebih banyak terkait dengan kekerasan. Padahal di pulau Madura sendiri terdapat hal positif, baik tata nilai, agama, maupun karya-karya seni seperti seni tari, ukiran, musik dan sebagainya.

Bahkan, mengutip seorang peneliti luar, Mien A. Rifai mengatakan Madura bukan pulau melainkan benua. Madura memang kecil, tetapi unsur-unsur kebudayaannya sangat kaya. Mungkin karena kuatnya pencitraan negatif tersebut, sebagian orang-orang Madura di perantauan, terutama kaum terpelajar, merasa malu menunjukkan jati dirinya sebagai orang Madura.

Kebudayaan Madura menghadapi tantangan dahsyat dewasa ini. Tantangan paling utama adalah bagaimana menghapus stereotipe negatif yang sudah terlanjur lengket di benak banyak orang tentang masyarakat Madura yang keras. Terima kasih kepada para tokoh dan teman-teman yang ada diluar Madura yang masih peduli akan daerahnya, marilah kita bangkit bahwa kita bisa menjadi daerah yang disegani dan dihormati di seluruh dunia. Kawan Madura akan selalu menunggu kiprahmu dalam rangka membangun tempat kelahiranmu.

Madura Akulah Darahmu........Terima kasih kepada D.Zawawi Imron, Mien A Rifai, Said Abdullah, Hub de Jonge, dkk yang cinta Madura.



Penulis:
Hozairi
Putra Daerah Madura (Mahasiswa PPS FTK ITS)